JakartaNetwork.ID, Jakarta – Warisan dokumenter Indonesia, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol, di tetapkan sebagai salah satu Memory of the World (MoW) for Asia and the Pasific.
Penyerahan sertifikat di lakukan oleh pemimpin Memory of the World Regional Committee for Asia and the Pacific (MOWCAP) Kwibae Kim kepada Kepala Arsip Nasional Imam Gunarto. Di dampingi oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Mariana Ginting di Ulaan Baatar, Mongolia, pada Rabu (8/5/2024).
Naskah yang di usulkan Perpusnas dan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat ini terpilih setelah mengikuti proses pemilihan suara dari peserta pertemuan yang mewakili Australia dan Tuvalu, Bangladesh, Tiongkok, Filipina, India, Malaysia. Mongolia, Uzbekistan, dan Vietnam.
Selain naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol, penetapan Memory of the World for Asia and the Pasific juga di berikan kepada arsip Indarung Semen Padang yang di usulkan oleh PT Semen Padang. Dan arsip tentang Indonesian Sugar Research Institut tahun 1887-1986 yang di usulkan Kantor Perpustakaan dan Arsip Jawa Timur serta Balai Penelitian Gula Indonesia.
Pustakawan ahli pertama Perpusnas Aditia Gunawan menjelaskan. Naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol merupakan salah satu catatan autentik. Yang di tulis oleh pribumi tentang ringkasan sejarah Perang Paderi dan Sumatera Barat pada abad ke-19.
Di tulis oleh Naali Sutan Caniago, putra Tuanku Imam Bonjol, semasa pengasingannya di Manado. Naskah ini menceritakan secara langsung peristiwa sejarah di Minangkabau abad ke-19. Dan di anggap sebagai autobiografi Melayu pertama dalam pengertian modern.
Dia menambahkan, ada beberapa alasan mengapa naskah ini layak di tetapkan menjadi Memory of the World (MoW) for Asia and the Pasific. Pertama, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol merupakan karya perintis, baik dari segi pengaruh dan genre tulisan. “Karya tersebut berupa hipogram dengan aktor yang menceritakannya secara langsung,” terangnya dari Ulaan Baatar.
Kedua, manuskrip ini mempunyai relevansi sejarah yang signifikan pada masa prakemerdekaan Indonesia dan menjadi bukti sejarah Minangkabau pada abad ke-19. Ketiga, karya ini menyajikan narasi global pergerakan Islam antara Timur Tengah dan Asia Tenggara pada abad ke-18 hingga abad ke-19.
“Keempat, naskah ini menyoroti peran aktif perempuan, sebuah ciri yang di dukung oleh latar belakang budaya Minangkabau dengan kekerabatan matrilinealnya. Dan yang kelima, sebagai satu-satunya karya tulis tangan Melayu Minangkabau yang mengungkap fakta sejarah. Naskah ini mempunyai poisisi tak tergantikan sebagai referensi masa depan,” urainya.
Jika di telaah lebih lanjut, naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol menceritakan refleksi pribadi Tuanku Imam Bonjol tentang pengorbanan dan efek perang yang berkepanjangan selama 34 tahun. Tuanku Imam Bonjol mengekspresikan penyesalan yang dalam kepada pengikutnya. Di mana timbul pertanyaan dalam dirinya, apakah ada banyak aturan di dalam Al-Qur’an yang telah di langgar selama perang tersebut.
“Lahir pada tahun 1772 di Sumatera Barat, Tuanku Imam Bonjol adalah pemimpin perang Paderi. Salah satu perang terlama suku minangkabau melawan kolonialisme Belanda dari tahun 1803-1837 di Indonesia. Ia di tahan dan di asingkan di beberapa tempat di Indonesia. Dan dalam masa pengasingannya, ia masih mengatur pergerakan perlawanan melawan penjajah,” tuturnya.
Setelah penetapan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh MOWCAP, dia menjelaskan. Di perlukan program tindak lanjut yang menjadikan naskah tersebut mudah di akses. Di kenal luas dan di lestarikan hingga generasi mendatang.