Jakartanetwork.id, Jakarta – Kasus pengeroyokan relawan Ganjar Pranowo-Mahfud Md oleh prajurit TNI di Boyolali, Jawa Tengah, terus menjadi sorotan publik. Peristiwa pengeroyokan yang sempat viral di media sosial itu di sebut terjadi karena suara bising knalpot brong.
Berdasarkan video yang beredar, relawan itu di narasikan baru selesai mengikuti acara di Boyolali. Mereka lantas di cegat beberapa orang oknum TNI dari Batalyon 408 dan langsung mengeroyok korban.
Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo, membenarkan peristiwa penganiayaan tersebut. Mereka yang terlibat merupakan anggota Yonif 408/Suhbrastha. rkegiatan terganggu suara knalpot brong para peserta kampanye yang melintas. Mereka lantas mencegat pengendara yang menggunakan knalpot brong hingga terjadilah pengeroyokan di jalan raya.
“Kemudian, beberapa oknum anggota secara spontan keluar dari asrama menuju ke jalan di depan asrama. Guna mencari sumber suara knalpot brong pengendara motor tersebut, untuk mengingatkan kepada pengendara dengan cara menghentikan dan membubarkan. Hingga terjadi penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor knalpot brong tersebut,” imbuh Wiweko.
Menurut Wiweko, jumlah korban penganiayaan tersebut sebanyak tujuh orang. Adapun, dua orang saat ini masih menjalani rawat inap di RSUD Pandan Arang dan lima orang lainnya rawat jalan. “Semoga kondisinya cepat pulih, sembuh sedia kala,” jelas dia.
Wiweko mengatakan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Denpom IV/4 Surakarta. Denpom telah memintai keterangan para prajurit yang di duga terlibat penganiayaan itu untuk kepentingan proses hukum.
Menyikapi peristiwa itu, mantan Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo mengajak masyarakat untuk menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang di lakukan oleh aparat hukum.
“Mari kita sama-sama melihat. Seperti yang di katakan KASAD. Yang memerintahkan kepada kesatuan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Itulah niat baik dari TNI,” katanya dalam wawancara dengan Metro TV yang di upload di kanal YouTube, Minggu, (07/01/2024).
Gatot juga menegaskan bahwa knalpot yang di gunakan pemotor tersebut tak sekadar modifikasi biasa. Namun sudah di potong hingga leher angsa. Istilah lazim di kalangan pemotor.
“Itu ternyata bukan sekadar brong, bukan modifikasi, tetapi knalpot yang di potong hingga leher angsa. Jadi suaranya dua kali lipat dari knalpot brong,” paparnya.
Yang kedua menurut Gatot, TNI adalah sebuah organisasi negara, bukan gerombolan, dan bukan orang yang mudah marah. Kejadian itu mulai pukul 06.30 dan bolak-balik.
“Tolong kita sama-sama jangan mempolitisasi, kalau di tempat lain ada hubungan dan lain sebagainya. Kalau ini terjadi, maka kita semua terkena proxy,” paparnya.
Gatot juga tidak yakin prajurit TNI memukul pakai benda tajam atau bahkan batu. Ia menyarankan agar masyarakat menunggu hasil visum dan tidak berspekulasi.
“Yang di katakan korban di pukul pakai batu, kita tunggu saja, pasti ada visum, apakah benar TNI memukul orang pakai batu, keterlaluan kalau benar. Tetapi saya tidak yakin itu di lakukan TNI dengan pakai batu. Pasti pakai tangan atau benda tumpul, itu keyakinan saya. Biarkan visum yang berbicara dan membuka semuanya,” paparnya.
Gatot juga mengingatkan bahwa menjaga ketertiban umum itu di jamin oleh undang-undang. Sehingga peran serta seluruh warga, tak hanya TNI, sangat di harapkan untuk menjaga kedamaian.
“Ingat bahwa Undang-undang Pemilu pasal 280, di larang mengganggu ketertiban umum, sedangkan knalpot seperti itu mengganggu ketertiban umum, belum lagi kita lihat knalpot itu menyebabkan polusi udara. Jadi, mari kita lihat itu semuanya dengan kacamata hukum yang jernih. Sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi,” tegasnya.
“Siapapun masyarakat, tak hanya TNI. Kalau melihat ketertiban umum terganggu oleh pengendara motor. Apalagi dengan menenggak minuman keras seperti itu. Yang bisa membahayakan ketertiban umum & keselamatan umum, apakah hal itu kita biarkan”, ungkap Gatot lagi.
“Jangankan TNI, masyarakat umum pun boleh menghentikan siapapun yang mengganggu ketertiban umum. Naik motor dengan minuman keras, silahkan tanya kepolisian. Masyarakat punya hak untuk menghentikan perilaku yang membahayakan ketertiban umum. Orang mengendarai sepeda motor dengan minuman keras, berbahaya atau tidak,” paparnya.
Gatot menegaskan bahwa diri nya tidak mau terlibat dalam tuduhan siapa yang benar atau salah. Ia menyarankan biar proses hukum yang menjawab semuanya.
“Saya tidak mau mengatakan siapa yang salah. Saat di wawancara, KASAD di minta komentar atas pertanyaan apakah TNI salah, itu sama saja menggiring KASAD untuk menyatakan bersalah. Itu bisa kena hukum, karena belum ada proses hukum sudah bisa menyatakan bersalah. Jadi apa yang di katakan Pak Andika Perkasa (Ketua TKN-red) sudah benar. Tunggu saja proses hukum dan Dandim Boyolali menceritakan kejadian, bukan membela anah buahnya. Nanti proses hukum yang akan menjadi kejelasan,” jelasnya.
Menurut Gatot, apa yang di sampaikan komandan Kodim adalah memberikan informasi awal. Di mana hasil lengkapnya adalah penyelidikan hukum. “Siapapun yang memberi informasi sebelum putusan hukum, itu adalah informasi awal yang bisa benar bisa salah. Nanti pengadilan yang memutuskan, hukum yang berbicara. Kalau tidak ada informasi awal, bisa bias. Itu itikad baik dari Dandim. Pak Andika pasti paham karena dia mantan Panglima TNI,” paparnya.