Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022 menjadi tahap penyidikan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, tim jaksa menilai adanya penyalahgunaan penerbitan persetujuan ekspor dalam kasus tersebut.
“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus resmi menaikkan status penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022 menjadi tahap penyidikan,” kata Sumedana, dalam keterangan pers, Selasa (5/4/2022).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana
Hal itu, lanjut dia, sesuai dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhusu Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022.
Ia menjelaskan Kejaksaan Agung juga telah melakukan proses penyelidikan terhadap Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022 pada bulan maret 2022.
Selama penyelidikan didapat keterangan dari 14 (empat belas) orang saksi hingga dokumen atau surat terkait Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.
Dari hasil kegiatan penyelidikan sebelumnya, jaksa menemukan dugaan perbuatan melawan hukum. Salah satunya mengenai dugaan penyalahgunaan persetujuan izin ekspor yang tidak mengindahkan kewajiban distribusi dalam negeri (DMO).Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO, antara lain:
1) PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.
2) PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.
Lebih lanjut Sumedana mengatakan, kesalahan lainnya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO).
” Ssehingga harga penjualan didalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya di atas Rp 10.300,” ujarnya.
Selain itu juga diduga adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan Persetujuan Ekspor (PE).
“Akibat diterbitkannya Persetujuan Ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari s/d 20 Maret 2022 mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng, “pungkasnya