Jakarta: Perang konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina membuat bursa saham seluruh dunia terguncang, baik di Eropa, AS, dan Asia.
Di Indonesia, pergerakan IHSG sepanjang hari ini mengalami pelemahan dan ditutup di level 6.817, melemah 1,48 persen atau 102,2 poin.
“Pada saat perang, pelaku pasar melakukan profit taking, karena ada ketakutan bahwa perang Rusia-Ukraina akan cukup lama. Apalagi banyak pengusaha-pengusaha Rusia yang mendapatkan sanksi dari Amerika maupun Eropa. Ini dampaknya sangat signifikan pada IHSG maupun kurs mata uang, sehingga pelaku pasar mengamankan dananya dengan cara profit taking,” jelas Analis Pasar Modal yang juga Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi, Kamis (24/2/2022).
Namun ia memprakirakan dampak ini hanya bersifat sementara.
“Biasanya sengatan-sengatan ini akan terjadi dua atau 3 hari, setelah itu akan kembali normal. Kalau kondisi perang sudah stabil, artinya Ukraina sudah dikuasai Rusia, disitulah bursa saham Indonesia akan kembali normal,” tukas Ibrahim.
Hal tersebut, lanjut Ibrahim, ditopang oleh harga komoditas yang terus naik yang akan mengangkat sentimen positif pada IHSG terutama pada saham-saham yang berbasis komoditas.
Namun Ekonom INDEF Eko Listiyanto mengatakan, meski terjadi kenaikan harga komoditas, situasi perang yang akan makin memperdulikan kelancaran rantai pasok global, dapat berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia di bulan-bulan ke depan.
“Potensi penurunan ekspor akan kelihatan. Karena negara-negara yang terlibat dalam konflik ini, baik langsung atau tidak langsung adalah mitra dagang utama Indonesia. Seperti Cina yang arahnya lebih memihak Rusia, dan AS dengan NATO yang lebih condong ke Ukraina. Sementara Eropa sangat bergantung sumber energinya dari Rusia. Kalau Rusia menekan Eropa, implikasinya pada permintaan Eropa ke Indonesia. Situasi bisa saja mengganggu ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut,” papar Eko.
Dari laporan Badan Pusat Statistik, neraca dagang Indonesia di bulan Januari 2022 memang masih surplus sebesar 930 juta dollar AS. Dan salah satu negara penyumbang surplus pada neraca dagang Indonesia adalah AS.
Ketegangan geopolitik menjadi tantangan baru bagi perekonomian global dan perekonomian Indonesia yang masih dalam proses pemulihan.
Eko Listiyanto menambahkan, dampak perang Rusia-Ukraina berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2022. Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi di triwulan I bisa mencapai 5 persen. Sedangkan INDEF memprakirakan ekonomi Indonesia di kuartal pertama tahun ini hanya tumbuh 4,3 persen.
“Di bulan Maret akan mulai terasa dampaknya, mulai dari kenaikan harga energi, fleksibilitas dan kecepatan ekspor juga kemungkinan akan terganggu, dan yang tak kalah penting potensi investasi yang juga akan terpengaruh. Maka pertumbuhan ekonomi triwulan I kemungkinan tidak akan mencapai 5 persen. Kalau bisa tumbuh di 4,5 persen saja, itu sudah cukup bagus, melihat tantangan yang berat saat ini,” pungkas Eko.